-----------------------------------------------
HALAU
-----------------------------------------------
HALAU
-----------------------------------------------
Di dalam perpustakaan kampus, Jasmine mengumpulkan beberapa pustaka yang diperlukan untuk menunjang skripsi. Dari beberapa buku yang ia bawa masih ada yang kurang, Jasmine perlu beberapa katalog fashion terbaru untuk melengkapi literatur tugas akhirnya. Sedangkan, perpustakaan ini tidak banyak menyediakan majalah baru.
“Perpusnya, gede banget ya!” takjub Shamy sambil melirik sekeliling ruangan perpustakaan.
“Iya, tapi masih kurang nih referensinya,” keluh Jasmine. “Aku harus ke toko buku!”
Tiba-tiba, dering ponsel Shamy mengusik keheningan ruangan, lalu ia keluar untuk menerima telpon. Saat keduanya telah berada di luar perpustakaan.
“Sorry, Dik! Kakak gak jadi antar kamu ke toko buku, ya?”
“Loh, kenapa, Kak?”
“Kakak ada perlu mendesak di tempat kerja,”
“Oh, gitu? Ya udah anterin Jasmine sampai halte saja.”
Siang itu, jam tangan Irfan memberi angka 14:12 PM. Langit tampak bersahabat, karena teriknya matahari terhalau gumpalan awan tebal. Dari kejauhan Irfan bisa melihat, Jasmine diturunkan di halte, tempat biasa mereka menunggu bis oleh pria yang memboncenginya dengan sepeda motor. Mereka terlihat akrab, seperti pria itu menyayanginya. Sebelum dia meninggalkan Jasmine, pria itu sempat mencium kening wanita yang Irfan sukai. Di bawah langit teduh dengan angin sepoi, entah kenapa hati Irfan malah berdesir panas seperti gurun. Akhirnya Irfan memberanikan diri untuk mendekati Jasmine dan bertanya secara langsung apakah pria itu kekasih yang ia maksud.
Lalu bus datang merapat ke halte, tapi Irfan masih jauh. Dia pun berlari agar bisa sempat bertanya pada Jasmine sebelum dia naik bis. Tapi langkahnya tak cukup cepat, Jasmine keburu naik bis tanpa sempat melihat dia. Posisi halte yang berada di bahu kiri jalan membuat Irfan harus berlari menyeberang dari bahu kanan. Tanpa melihat kiri dan kanan, Irfan langsung berlari memotong jalan begitu saja karena takut bis itu keburu pergi.
Tiba-tiba sebuah mobil sedan melaju dengan cepat dari arah lain, pengemudinya terkejut saat ada orang menyeberang begitu saja, jadi tidak sempat menginjak pedal rem. Bruakk ... kecelakaan tidak terhindarkan, mobil sedan tersebut seketika menabrak Irfan. Hantaman yang keras membuat tubuh Irfan terpental. Bis pun melaju kencang, tanpa menyadari kecelakan terjadi di belakangnya.
Pengemudi mobil itu bertanggung jawab, lantas membawa tubuh Irfan ke rumah sakit terdekat. Syukur nyawa Irfan masih bisa tertolong meski darah bercucuran, akibat kecelakaan itu dia mengalami koma selama beberapa minggu. Dengan ditemani keluarga dan Aisyah, Irfan bisa melewati masa komanya.
***
Tiga minggu berlalu, Jasmine baru menyadari tidak pernah melihat Irfan lagi. Memang kampus tempatnya kuliah begitu luas, dengan beberapa gedung fakultas yang terpisah. Begitu memperjelas, peluang mereka untuk bertemu sangat jarang. Berbagai kebetulan yang tidak disengaja, saat keduanya berjumpa tidak pernah terjadi lagi. Seakan mempertegas jika mereka tidak berjodoh. Jasmine pikir telah berhasil membuat Irfan menjauh darinya. Hanya saja, hatinya mendadak kosong dan bersalah karena menipu perasaan yang terpendam. Jasmine juga tahu diri kapasitasnya, Aisyah sangat mencintai Irfan dan dia layak mendapat kasih darinya.
"Fan, aku rasa Jasmine harus tau." Tiba-tiba saja Aisyah berkata seperti itu, karena ia merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Irfan, seandainya saat itu ia tidak menemui Jasmine, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Dalam hati Aisyah berkata, "Benar-benar egois, Irfan ini sahabatku, kenapa aku bisa bertindak bodoh seperti itu sih, cuma lantaran aku diam-diam menyimpan rasa kepadanya." Perasaan Aisyah terus beradu dan berkecamuk tak menentu seakan-akan panah rasa bersalah terus mengujam hingga air matanya menetes. “Maafkan aku, Fan!” sambil berlutut di depan Irfan.
Irfan mengusap airmata Aisyah. "Bukan salah lo, kenapa minta maaf? Udah, nggak usah nangis gitu ah! Tapi gue mohon banget, jangan beritahu hal ini sama Jasmine," ujar Irfan. "Karena tak penting lagi ia tahu, kini Jasmine sudah memiliki pendamping yang mencintainya, ini mungkin sudah suratan!" timpalnya tegas.
"Tapi, Fan ...," ucap Aisyah, lalu Irfan memotong perkataannya. "Ssshhh ... lu sahabat gue kan, Syah? Gue mohon banget, jangan pernah cerita apapun kepada Jasmine!"
“Baiklah,” singkat Aisyah. Sambil berdiri lalu mendorong kursi roda Irfan keluar dari rumah sakit.
“Sekarang ini gue butuh kamu, Syah! Besokkan hari gue sidang skripsi.”
“Siap!” Aisyah tersenyum, sambil menghapus airmatanya dengan jilbab merah yang ia kenakan.
****
Selesai membaca novel, Jasmine sadar cerita cintanya bukan berakhir, tapi belum ada akhirnya. Dia hanya merasa sesuatu menghalau perasaannya, sehingga belum terjelaskan sampai saat ini. Tok ... tok ... tok ... seseorang mengetuk pintu ruangan. “Iya, Masuk!” balas Jasmine dari dalam.
“Permisi, Bu!” seorang karyawati butiknya nongol dari balik pintu. “Pemesan sepasang baju pengantin itu sudah datang! Itu loh Bu, yang pengen beres tiga hari,” ucapnya sedikit berbisik.
“Oh, Iya! Saya segera keluar.”
“Sudah Ani tunjukan pesanan mereka, tapi cewenya agak ngeluh Bu, sama jas yang kita jahit.”
“Begitu? Oke, nanti saya yang tangani deh.” Jasmine terkadang merasa kesal juga, terhadap pelanggannya yang suka neko-neko. Dia keluar dari ruangan, lalu menemui sepasang kekasih yang memesan pakaian pengantin di butiknya.
****
Dengan ditemani Aisyah, Irfan mengikuti sidang akhir skripsi. Meskipun menggunakan kursi roda dia mampu memukau para dekan dan penguji dengan presentasinya. Hingga Irfan lulus dan diizinkan mengikuti wisuda. Semua itu juga berkat bantuan Aisyah. Wanita berjilbab itu rela mengundur hari sidang skripsinya untuk membantu sahabat, Irfan. Dan di hari Aisyah sidang, Irfan juga ada di sisinya memberikan suport.
Sudah hampir dua bulan, Jasmine sama sekali belum pernah menemui Irfan. Tidak tahu kabarnya, apa yang sedang dilakukannya, bagaimana sidangnya. Dia sudah mencoba stalking lewat sosial media, namun Irfan benar-benar lenyap. Jasmine pikir, seharusnya dia tidak perlu bertingkah kekanakan saat itu, dengan pura-pura agar Irfan cemburu.
Dia merasa sekarang jadi saling memusuhi hingga tak mau bertemu. Jasmine ingin, hubungannya dengan Irfan terjalin baik sebagai teman saja, meskipun dia tahu Aisyah berada di samping Irfan sekarang. Oleh karena itu, Jasmine berusaha mencoba menghubungi Irfan kembali, tapi nomor ponselnya tidak aktif lagi. Di sisi lain, sebagai wanita Jasmine sadar dia tidak mau menjadi orang ketiga di antara hubungan mereka.
Akhirnya dengan pertimbangan yang berat. Jasmine mengambil keputusan untuk ikut pindah bersama keluarganya ke Jakarta. Bahkan di hari wisuda, Jasmine sama sekali tidak ikut menghadiri.
Bersambung ...
klik - Episode 6
klik - Episode 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Gua bakal Seneng banget Klo Lu,
Meninggalkan Jejak Komentar Disini :)