Sabtu, 25 Juli 2015

Sejarah Pantai Tanjung Pinggir



 
Halo Shamy Holiic alias para pembaca dimarii walaupun gak setia wkkwkw ..
Lama nih gue nggak ngblog ..
Maklum artis #najong *nenteng kabel*

Semejak laptop rusak jadi males mau nulis nulis lagi , huuh kan bete coeg ..
Oh iya di edisi gue kali ini gue mau cerita
Edisi " Sejarah Pantai Tanjung Pinggir"

*buka buku sejarah*

7 Rangers adventure part 6 End by Shamy

Sellamat membaca dan sellamat terhibur..
Maap dii part ini lebih seriusss *beneriin lampu* ‪#‎matikestrum‬
Cek it out


Selasa, 14 April 2015

AKU DAN HITAM BY.SHAMY




Hitaam Menancap kejam dalam dendam Cahaya Gelap menjadi siasat dalam dekap Aku tergetar luluh seakan lumpuh Tak kau bunuh selagi ku rapuh Semut berteriakan dalam keramaian Hentak kaki riuh membuatku sepi

“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 1 - "Hujan"

‪#‎MiniDrama‬
“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 1 - "Hujan"
by Shamy & irfan  ‪#‎GilaAksara‬
-----------------------------------------------
HUJAN
-----------------------------------------------
Siang itu butik Jasmine tampak lengang, bukan karena baru saja buka. Namun, biasanya pukul 10 sudah banyak pengunjung yang mampir ke toko. Mungkin karena rinai hujan itu terlalu lebat untuk ditembus. Jasmine, tengah merapihkan satu set ‘tuxedo’ atau lebih dikenal jas lengkap dengan dasi dan rompinya, terbalut rapi pada sebuah manekin. Patung-patung berpostur ideal itu dipajang rapi pada dashboard kaca butik. Jasmine membuatkan jas itu, untuk seorang pria yang dulu ia harapkan sebagai calon suami.
Hanya saja, cinta tidak pernah bisa ditebak bagaimana akhirnya, seperti hujan ini. Siapa sangka mereka akan datang, padahal tadi pagi laporan cuaca memastikan Jakarta akan cerah nanti siang. Setiap rintiknya, menimbulkan kenangan lama itu bangkit kembali, terutama pada sosok pria calon pemilik jas itu. Di tengah guyuran hujan dan halte itu, menjadi saksi pertemuan mereka.

“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 2 - "Hasrat"

#‎MiniDrama‬
“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 2 - "Hasrat"
by Shamy&Irfan ‪#‎GilaAksara‬
-----------------------------------------------
HASRAT
-----------------------------------------------
Saat itu, angin semilir yang dibumbui hangat pagi, membuat beberapa mahasiwa betah duduk di tangga yang terletak di depan halaman kampus. Irfan juga sedang berada di sana tengah asik dengan gadgetnya, tampak gereget karena game balapan yang ia mainkan selalu saja kalah.
"Fan, boleh aku duduk?" tanya seorang wanita berjilbab berdiri di sampingnya.

“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 3 - "Halte"

#‎MiniDrama‬
“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 3 - "Halte"
by Irfan & Shamy ‪#‎GilaAksara‬
-----------------------------------------------
HALTE
-----------------------------------------------
“Oh, iya! Hehe sorry, gini nih kalau ada dua wanita tenggelam dalam hobi yang sama, pasti heboh, hehe.” Kemudian mereka saling tukar nomor ponsel dan Irfan malah tersenyum-senyum.
"Lu kenapa sih, Fan? Hobby banget ya senyum?" Tanya Jasmine, "grogi ya deket gue?"
"Apaan sih? Oh iya udah makan, Jas?"

Halte, Hentian Cintaku" - Episode 4 - "Hari"

‪#‎MiniDrama‬
“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 4 - "Hari"
by  Shamy  & irfan  ‪#‎GilaAksara‬
-----------------------------------------------
HARI
-----------------------------------------------
Saat Jasmine membaca kembali novel yang ia temukan. Memang jalan cerita novel itu hampir sama dengan pengalaman hidupnya. Tapi ironis pada akhir kisah cintanya tidak seindah novel tersebut. Cinta memang tidak mengenal tempat di mana ia hinggap. Seperti kisah novel ini, ‘Ada cinta di halte bis?’ judul picisan itu, menawarkan satu jawaban, ‘Iya’. Namun, jika ditanya indahkan akhir cinta itu? menawarkan dua pilihan, ‘Iya atau Tidak’. Jasmine tidak bisa muluk-muluk, kisah cinta tak semua indah seperti novel.
Kala itu, hari terus bergulir hari, hampir sebulan mereka kenal, Irfan dan Jasmine pun semakin akrab. Benih-benih cinta pun mulai tumbuh, terlihat dari pancaran mata keduanya, apalagi Jasmine yang ternyata menyimpan rasa sejak sore hujan itu di halte. Tetapi Jasmine semakin ke sini, semakin jaga jarak kepada Irfan, semenjak Aisyah menemuinya di kantin kampus.
"Jasmine boleh gue duduk?"
"Aisyah? Ya silahkan, Syah."
"Mine, gue mau tanya, lu ada rasa kan sama, Irfan?" tanya Aisyah pada intinya.
"Maksudnya?"
"Udah gini Mine, gak usah belagak pilon, gue mau nanya ama lu secara baik-baik, lu ada rasa sama Irfan?"
"Suka? Iya gue suka sama Irfan. Terus urusannya?"
"Mending lu lupain aja deh, karena gue lebih dahulu kenal Irfan dibandingkan lu, Mine!"
"Terus? kan kalian sahabatan?"
"Ya, mungkin sahabatan sih sekarang, tapi gue yakin kok, Irfan itu suka sama gue."
Dada Jasmine kemudian berdesir kencang. "Permisi Syah, gue mau cari materi skripsi dulu!” Jasmine lalu beranjak berdiri dan meninggalkan Aisyah sendiri. Setelah itu, ia terus jaga jarak dari Irfan, bahkan sudah hampir dua minggu Jasmine menjauh.
Irfan tengah berjalan sendiri di depan halaman kampus, kemudian melihat Jasmine. Namun, saat dia pun melihat juga ia langsung menghindar, di situ Irfan menjadi yakin jika wanita itu memang berusaha menjauhinya.
"Jasmine! Jaas! Jasmine!" teriak Irfan kemudian berlari menghampirinya.
"Maaf, Fan! Gue tadi nggak denger,” ucap Jasmine tanpa melihat wajah Irfan sama sekali.
Dalam hati Irfan penuh curiga pada sikapnya sekarang ini, "lu kenapa sih Jas? Gue ada salah?"
"Apaan sih, Fan! Nggak ada kok yang berubah, maklum minggu ini kan gue lagi sibuk-sibuk skripsi, Fan!"
"Oh, kalo gitu, ke kantin yuk?" ajak Irfan, tapi belum juga wanita itu sepakat, dengan cepat Irfan menarik tangannya ke kantin.
Saat di kantin, dengan ditemani dua gelas jus alpukat, Irfan tersenyum-senyum sambil menatap Jasmine yang sedang mencoret-coret bukunya.
"Kenapa sih, Fan? Senyam-senyum mulu? Ada yang lucu?"
"Nggak kok, Jas!" jawab Irfan kemudian memegang tangan Jasmine, "Jas gue mau ngomong sesuatu ama, Lu?"
"Lu nggak laper, Fan? Cuma minum aja!" Jasmine tidak menggubris perkataan Irfan.
"Nggak Jas!" jawab Irfan lagi, "Jas gue mau ngo ...."
Potong Jasmine, "eh liat deh baju Jas cowok ini, gue desain sendiri loh!" Memperlihatkan sketsa desain yang tadi iya gambar.
"Jaas~Miieeeen ...." ujar Irfan gemas.
"Irfaaan ...," timpal Jasmine.
"Jasmine!"
"Irfan!"
"Jas serius! Gue mau ngomong sesuatu,” ucap Irfan dengan tatapan dalam.
"Ini desain ‘tuxedo’ nanti lu pake ya, jika sudah jadi saat lu nikah, Fan!" Jasmine masih menunjukan desain jas itu, mencoba mengalihkan tatapan Irfan.
"Jasmine?" Irfan menyentuh jidatnya, "lu kenapa sih Jas, dengerin gue dulu! Siapa juga yang mau nikah?"
"Kan gue iseng-iseng aja, Fan!" balas Jasmine.
"Jasmine sebenernya gue ...."
Jasmine masih menginterupsi perkataan Irfan, "sebenernya lu mau curhat ya? Udah curhat aja!" sambil menoreh-noreh pensil pada kertas desainya.
"Gue suka ama lu!" celetuk Irfan.
Wanita di hadapannya terdiam sejenak, “gue cin ...,” lalu dia berdiri, "Jas lu kenapa?" tanya Irfan sebelum menyelesaikan perkataanya.
"Terima kasih ... tapi nggak bisa Fan! Gue udah jadian sama pacar gue semalam," ucap Jasmine dengan suara sedih.
"Haloo! boleh gabung?" Tiba-tiba Aisyah muncul di tengah-tengah mereka, kemudian Jasmine pergi meninggalkan mereka berdua. Di situ Irfan hanya bungkam dan terdiam, perasaannya tidak karuan.
Saat itu hari sudah gelap, malam di sebuah halte, tempat di mana saat mereka berkenalan. Jasmine berdiri sendiri sambil mengusap air yang berlinang di pipi dia tidak bisa menipu perasaannya, bahawa dia juga sebenarnya menyukai pemuda itu.
"Jasmine!" teriak Irfan berlari dengan menggunakan payung, yang saat itu pernah ia gunakan untuk memayungi Jasmine di sore ketika mereka berkenalan.
Ketika bus tiba, Jasmine seketika menaiki bus yang berhenti di depan nya, tanpa menghiraukan Irfan yang masih berlari menuju halte. Dan bus pun melaju meninggalkan pemuda itu.
Itulah sepenggal kisah penyesalan pertama yang Jasmine ingat. Perkataan Aisyah saat itu, membuatnya sadar memang dia wanita yang pantas mendapatkan cinta Irfan. Sambil membuka lembar demi lembar buku novel yang ditemukannya. Pilu lama yang dia sembunyikan, menyeruak dari relung-relung hati.
‘Ada cinta di halte bis?’ cover novel itu seakan bertanya pada Jasmine. “Iya, Ada!” ucap Jasmine, sambil mengusap air mata. Dia merasa rapuh kembali, rasa rindu yang dulu membuatnya menderita. Entah kenapa, menyapa lagi. Padahal selama empat tahun ini Jasmine terus mencoba untuk melupakan Irfan. Ada tanya dalam hatinya, “Tuhan kenapa kau, kembalikan dia kedalam pikiranku! Dia sudah bahagia dengan wanita lain di sana.”
***
Siang itu Jasmine bergegas ingin ke toko buku, mencari beberapa bahan untuk skripsinya.
"Mine, mau kemana?" tanya Shamy selaku kakak laki-laki Jasmine.
"Mau ke toko buku, Ka? Kakak gak kerja?"
"Nggak, Dek! Oh iya, kakak anterin boleh? Bosen liburan di rumah, kali-kali kakak jalan sama adeknya sendiri."
"Tapi Jasmine mau ke kampus dulu, Kak! Ngambil referensi di perpus.”
"Oh, nggak apa-apa. Kakak pengen tahu gimana kampus kamu!”
“Ya udah, ayok siap-siap!” ajak Jasmine.
Hari mulai terik, panas matahari saat itu berhasil menjatuhkan butir-butir keringat yang berjatuhan dari dagu Irfan, tapi semuanya menjadi lebih panas ketika Irfan melihat Jasmine bersama seorang pria. Jasmine juga melihat Irfan bersama Aisyah, dengan nakal tangan Aisyah merangkul lengan Irfan. Tak mau kalah Jasmine merangkul tangah Shamy, dan langsung bergegas menuju ke perpustakan.
"Itu pacarnya Jasmine? Manis juga!" Aisyah memanasi hati Irfan saat itu.
"Apaan sih, Syah, lepas deh." Irfan langsung mempercepat jalan menjauh dari sana.
"Irfan! Tungguin ih!"
***
Bersambung ...
KLIK - Episode 5

“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 5 - "Halau"

‪#‎MiniDrama‬
“Halte, Hentian Cintaku" - Episode 5 - "Halau"
byby Shamy n Irfan  #‎GilaAksara‬
-----------------------------------------------
HALAU
-----------------------------------------------
Di dalam perpustakaan kampus, Jasmine mengumpulkan beberapa pustaka yang diperlukan untuk menunjang skripsi. Dari beberapa buku yang ia bawa masih ada yang kurang, Jasmine perlu beberapa katalog fashion terbaru untuk melengkapi literatur tugas akhirnya. Sedangkan, perpustakaan ini tidak banyak menyediakan majalah baru.
“Perpusnya, gede banget ya!” takjub Shamy sambil melirik sekeliling ruangan perpustakaan.
“Iya, tapi masih kurang nih referensinya,” keluh Jasmine. “Aku harus ke toko buku!”
Tiba-tiba, dering ponsel Shamy mengusik keheningan ruangan, lalu ia keluar untuk menerima telpon. Saat keduanya telah berada di luar perpustakaan.
“Sorry, Dik! Kakak gak jadi antar kamu ke toko buku, ya?”
“Loh, kenapa, Kak?”
“Kakak ada perlu mendesak di tempat kerja,”
“Oh, gitu? Ya udah anterin Jasmine sampai halte saja.”
Siang itu, jam tangan Irfan memberi angka 14:12 PM. Langit tampak bersahabat, karena teriknya matahari terhalau gumpalan awan tebal. Dari kejauhan Irfan bisa melihat, Jasmine diturunkan di halte, tempat biasa mereka menunggu bis oleh pria yang memboncenginya dengan sepeda motor. Mereka terlihat akrab, seperti pria itu menyayanginya. Sebelum dia meninggalkan Jasmine, pria itu sempat mencium kening wanita yang Irfan sukai. Di bawah langit teduh dengan angin sepoi, entah kenapa hati Irfan malah berdesir panas seperti gurun. Akhirnya Irfan memberanikan diri untuk mendekati Jasmine dan bertanya secara langsung apakah pria itu kekasih yang ia maksud.
Lalu bus datang merapat ke halte, tapi Irfan masih jauh. Dia pun berlari agar bisa sempat bertanya pada Jasmine sebelum dia naik bis. Tapi langkahnya tak cukup cepat, Jasmine keburu naik bis tanpa sempat melihat dia. Posisi halte yang berada di bahu kiri jalan membuat Irfan harus berlari menyeberang dari bahu kanan. Tanpa melihat kiri dan kanan, Irfan langsung berlari memotong jalan begitu saja karena takut bis itu keburu pergi.
Tiba-tiba sebuah mobil sedan melaju dengan cepat dari arah lain, pengemudinya terkejut saat ada orang menyeberang begitu saja, jadi tidak sempat menginjak pedal rem. Bruakk ... kecelakaan tidak terhindarkan, mobil sedan tersebut seketika menabrak Irfan. Hantaman yang keras membuat tubuh Irfan terpental. Bis pun melaju kencang, tanpa menyadari kecelakan terjadi di belakangnya.
Pengemudi mobil itu bertanggung jawab, lantas membawa tubuh Irfan ke rumah sakit terdekat. Syukur nyawa Irfan masih bisa tertolong meski darah bercucuran, akibat kecelakaan itu dia mengalami koma selama beberapa minggu. Dengan ditemani keluarga dan Aisyah, Irfan bisa melewati masa komanya.
***
Tiga minggu berlalu, Jasmine baru menyadari tidak pernah melihat Irfan lagi. Memang kampus tempatnya kuliah begitu luas, dengan beberapa gedung fakultas yang terpisah. Begitu memperjelas, peluang mereka untuk bertemu sangat jarang. Berbagai kebetulan yang tidak disengaja, saat keduanya berjumpa tidak pernah terjadi lagi. Seakan mempertegas jika mereka tidak berjodoh. Jasmine pikir telah berhasil membuat Irfan menjauh darinya. Hanya saja, hatinya mendadak kosong dan bersalah karena menipu perasaan yang terpendam. Jasmine juga tahu diri kapasitasnya, Aisyah sangat mencintai Irfan dan dia layak mendapat kasih darinya.
"Fan, aku rasa Jasmine harus tau." Tiba-tiba saja Aisyah berkata seperti itu, karena ia merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Irfan, seandainya saat itu ia tidak menemui Jasmine, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Dalam hati Aisyah berkata, "Benar-benar egois, Irfan ini sahabatku, kenapa aku bisa bertindak bodoh seperti itu sih, cuma lantaran aku diam-diam menyimpan rasa kepadanya." Perasaan Aisyah terus beradu dan berkecamuk tak menentu seakan-akan panah rasa bersalah terus mengujam hingga air matanya menetes. “Maafkan aku, Fan!” sambil berlutut di depan Irfan.
Irfan mengusap airmata Aisyah. "Bukan salah lo, kenapa minta maaf? Udah, nggak usah nangis gitu ah! Tapi gue mohon banget, jangan beritahu hal ini sama Jasmine," ujar Irfan. "Karena tak penting lagi ia tahu, kini Jasmine sudah memiliki pendamping yang mencintainya, ini mungkin sudah suratan!" timpalnya tegas.
"Tapi, Fan ...," ucap Aisyah, lalu Irfan memotong perkataannya. "Ssshhh ... lu sahabat gue kan, Syah? Gue mohon banget, jangan pernah cerita apapun kepada Jasmine!"
“Baiklah,” singkat Aisyah. Sambil berdiri lalu mendorong kursi roda Irfan keluar dari rumah sakit.
“Sekarang ini gue butuh kamu, Syah! Besokkan hari gue sidang skripsi.”
“Siap!” Aisyah tersenyum, sambil menghapus airmatanya dengan jilbab merah yang ia kenakan.
****
Selesai membaca novel, Jasmine sadar cerita cintanya bukan berakhir, tapi belum ada akhirnya. Dia hanya merasa sesuatu menghalau perasaannya, sehingga belum terjelaskan sampai saat ini. Tok ... tok ... tok ... seseorang mengetuk pintu ruangan. “Iya, Masuk!” balas Jasmine dari dalam.
“Permisi, Bu!” seorang karyawati butiknya nongol dari balik pintu. “Pemesan sepasang baju pengantin itu sudah datang! Itu loh Bu, yang pengen beres tiga hari,” ucapnya sedikit berbisik.
“Oh, Iya! Saya segera keluar.”
“Sudah Ani tunjukan pesanan mereka, tapi cewenya agak ngeluh Bu, sama jas yang kita jahit.”
“Begitu? Oke, nanti saya yang tangani deh.” Jasmine terkadang merasa kesal juga, terhadap pelanggannya yang suka neko-neko. Dia keluar dari ruangan, lalu menemui sepasang kekasih yang memesan pakaian pengantin di butiknya.
****
Dengan ditemani Aisyah, Irfan mengikuti sidang akhir skripsi. Meskipun menggunakan kursi roda dia mampu memukau para dekan dan penguji dengan presentasinya. Hingga Irfan lulus dan diizinkan mengikuti wisuda. Semua itu juga berkat bantuan Aisyah. Wanita berjilbab itu rela mengundur hari sidang skripsinya untuk membantu sahabat, Irfan. Dan di hari Aisyah sidang, Irfan juga ada di sisinya memberikan suport.
Sudah hampir dua bulan, Jasmine sama sekali belum pernah menemui Irfan. Tidak tahu kabarnya, apa yang sedang dilakukannya, bagaimana sidangnya. Dia sudah mencoba stalking lewat sosial media, namun Irfan benar-benar lenyap. Jasmine pikir, seharusnya dia tidak perlu bertingkah kekanakan saat itu, dengan pura-pura agar Irfan cemburu.
Dia merasa sekarang jadi saling memusuhi hingga tak mau bertemu. Jasmine ingin, hubungannya dengan Irfan terjalin baik sebagai teman saja, meskipun dia tahu Aisyah berada di samping Irfan sekarang. Oleh karena itu, Jasmine berusaha mencoba menghubungi Irfan kembali, tapi nomor ponselnya tidak aktif lagi. Di sisi lain, sebagai wanita Jasmine sadar dia tidak mau menjadi orang ketiga di antara hubungan mereka.
Akhirnya dengan pertimbangan yang berat. Jasmine mengambil keputusan untuk ikut pindah bersama keluarganya ke Jakarta. Bahkan di hari wisuda, Jasmine sama sekali tidak ikut menghadiri.
Bersambung ...
klik - Episode 6

“Halte, Hentian Cintaku” – Episode 6 – "Hilang"

“Halte, Hentian Cintaku” – Episode 6 – "Hilang"
by Shamy n Irfan
-----------------------------------------------
HILANG
-----------------------------------------------
Empat tahun berlalu, meski di tengah kelumpuhan saat itu Irfan berjuang dan tetap semangat hidup. Akibat kecelakaan, ia harus merelakan kehilangan kaki kirinya karena diamputasi. Namun, dengan gigih Irfan tidak memandang itu sebagai keterbatasan. Kini dia sudah bekerja sebagai seorang IT Consultant di salah satu perusahaan ternama di Bandung. Awalnya tidak mudah perusahaan menerima, tapi dengan tekad dan keahlian yang dimiliki Irfan bisa menduduki jabatan tersebut. Masa-masa sulit berlalu begitu saja karena Aisyah selalu ada untuknya. Meskipun wanita berjilbab itu sudah memiliki dunia sendiri sebagai guru dan seorang penulis buku.
"Yang, kamu yakin akan ke Jakarta?" tanya seorang pria di telpon.
"Iya, aku pesan sepasang baju pengantin di butik daerah Jakarta Selatan.”
"Sejak kapan?"
"Sudah satu bulan yang lalu, menjelang hari pernikahan kita, kenapa kamu masih sibuk?"
"Aisyah, mau bagaimana lagi, kerjaanku masih diburu deadline, aku bisa andalin kamu untuk ini, ya!” jawabnya seperti terburu-buru.
“Iya, tapi ....” Aisyah berusaha menginterupsi.
“Tenang, Yang! Ini tidak akan mempengaruhi tanggal pernikahan kita, Ok? Aku mencintaimu ...”
Tuuutt ... tuuutt ... suara line telpon sudah terputus.
“Selalu sibuk! Buru-buru amat, padahal aku belum beres ngomong, sebel deh!” gerutu Aisyah pada ponsel yang di genggamnya. Sambil memandangi ponsel, ia teringat sesuatu.
Selama setengah windu juga, Irfan tidak pernah bertemu Jasmine, bahkan di hari mereka wisuda. Ia hilang begitu saja seakan ditelan masa, namun sedetik pun Irfan tidak bisa melupakannya. Rasa itu masih ada padahal Irfan tahu Jasmine telah memiliki kekasih. Sementara rindu Irfan yang tersimpan lama di dada, seolah-olah menjadi bom waktu yang siap meledak dan memporak porandakan pikirannya.
Saat dalam perjalanan menuju Jakarta, ada perasaan mengganjal di hati Aisyah. Di pernikahan yang tinggal menghitung hari ini, Aisyah tak mau masih menyimpan sesal dan rasa bersalahnya. Oleh karena itu, dia ingin mengakui sesuatu pada Irfan. Melihat pria di sampingnya menyetir dengan bantuan kaki palsu, semakin membuat dirinya prihatin. Dia pikir, andai saja waktu itu tidak mengatakan hal bodoh pada Jasmine saat di kantin. Mungkin Irfan tidak akan mengalami hal seperti ini.
"Fan, aku mau bilang sesuatu ...." Aisyah tertunduk tidak berani melihat ke arah Irfan yang sedang menyetir mobil.
“Iya, tinggal bilang aja kali, Syah,” ujar Irfan yang masih fokus menyetir.
Mulailah Aisyah menceritakan semua yang pernah ia katakan pada Jasmine. Butiran air kesedihan berjatuhan terus membasahi pipinya, dengan seluruh ketulusan hati Aisyah berkata. "Aku minta maaf, Fan! Aku memang bodoh, harusnya sekarang kamu sudah bahagia dengan Jasmine, tapi ...," isak tangis menyendat setiap perkataan dari mulutnya keluar.
Irfan hanya terdiam lalu memelankan laju mobilnya, saat di kilometer tertentu ia berbelok ke sebuah rest area di sekitar jalan tol. Masih membisu, sepatah kata pun belum keluar dari mulut, hingga Irfan memarkirkan mobilnya. “Ayo, Syah! Kita cari makan dulu, aku mau ngopi, ngantuk nih!”
Ketika mereka berdua sudah duduk di meja cafe sekitar rest area tersebut. Irfan meminta Aisyah memesankan beberapa makanan, karena dia ingin ke kamar kecil dulu. Tangis Aisyah sudah mereda dan menunggu Irfan kembali, namun hingga makanan tiba, pria itu belum kunjung balik.
“Syah!” sambil menepuk pundak Aisyah, sampai membuatnya sedikit terkejut.
“Fan, kok lama?”
“Aku nyari kopi dulu.” Irfan kembali dengan dua gelas starbucks. “Ngopi, dulu Syah!” Sambil meletakan dua gelas kopi itu di meja.
Sebenarnya, Aisyah mencemaskan jika hanya memakai kaki palsu berjalan tidak akan senormal biasanya, ia kawatir Irfan terpeleset di jalan. Namun, baru ia saadari Irfan bukan lagi pria lemah seperti dahulu yang perlu memakai kursi roda kemanapun dia pergi.
Aisyah memandang Irfan, yang terlihat begitu lahap menikmati kentang goreng pesanannya. “Apa kamu mendengar apa yang aku katakan, Fan? Kamu tidak marah?” Pertanyaan Aisyah, menghentikan tangan Irfan untuk mengambil setiap kentang gorengnya.
“Marah? Itu sudah mereda sejak 5 menit yang lalu,” ucap Irfan.
“Lalu? Sekarang kamu kenapa? Kecewa padaku?”
“Kecewa? Iya, sempat! Tapi sudah aku buang itu tadi di toilet.”
“Maaf, mungkin sekarang aku membuatmu sedih.”
“Sedih? Untuk apa? Aku lebih sedih, jika terus melihatmu menangis sepanjang jalan, maka kubawa ke sini.”
“Iya, tapi kamu belum menerima permintaan maafku?”
“Maaf? Buat apa? Kamu sama sekali tidak bersalah, mungkin ini sudah suratan, lagian Jasmine sudah bahagia dengan seseorang di sana, kenapa aku harus mengharapkan dia lagi. Sekarang itu yang terpenting kamu harus berbahagia, Syah! Terima kasih sudah mau jujur padaku.”
Aisyah melihat ketulusan senyum, dari mimik wajah Irfan. Itulah yang membuat Aisyah merasa lebih tenang. Irfan memang menyimpan semua kekesalan, kekecewaan, dan amarah yang ditimbulkan oleh tindakan Aisyah, namun dia begitu mengerti demi kebahagiaan sahabatnya, dia tidak mau menunjukan itu. Sudah banyak Aisyah membantunya selama ini. Irfan hanya bisa menerima jika Jasmine bukanlah jodohnya.
"Sudahlah Syah, senyum donk ...." Lalu tangan Irfan mengukir senyum dibibir Aisyah.
"Apaan sih, Fan!" Lalu bibirnya tersungging tersipu malu.
* * *
Jasmine kemudian keluar dari ruangannya, menemui sepasang calon pengantin yang tengah menunggu di depan. Pegawainya bilang perempuan yang memesan baju pengantin itu, hendak protes karena jas pesanan untuk mempelai pria tidak sesuai seperti keinginkan mereka. Jasmine ingin sedikit berbicara, karena jika memang ada keluhan dan itu ringan mungkin wajar saja. Mereka yang minta selesai dalam tiga hari. Untuk membuat sepasang pakaian pengantin gaun dan jas senada, paling lambat satu minggu agar hasilnya sempurna.
"Permisi Mba, Mas, ada yang bisa saya bantu?" Jasmine menyapa kedua pasangan yang sedang duduk.
"Oh ini, pemiliknya?"
“Nama saya, Jasmine, kenapa mba?”
“Mba, jas calon suami saya ini kekecilan. Kenapa bisa kayak begini yah? Bukankah ukurannya sudah sesuai?” tanyanya bernada sinis.
“Benarkah? Maaf nanti kami perbaiki, kalian hanya memberi kami waktu tiga hari jadi mohon dimaklum jika ada sedikit kesalahan.”
“Sedikit? Kita tidak punya waktu lagi, besok mau dipakai untuk pre-wed, Mba!”
“Iya, Mba, mohon maaf kami bisa atasi secepat yang kita bisa, besok mungkin bisa dipakai.”
Kemudian sepasang calon pengantin itu berdiskusi, si pria hanya diam saja, membiarkan calon instrinya yang mengatur segala urusan pakaian. Jika Jasmine pandang, sepasang kekasih itu seakan melihat Aisyah dan Irfan. Dia pikir, jika mereka akan menikah mungkin sekarang keduanya seperti mereka. Lalu akhirnya, keputusan lahir dari mereka, memberi Jas’Fan Butik waktu sampai besok untuk memperbaiki jas milik si pria. Namun, saat mereka berdua keluar dari toko, keduanya melihat sebuah tuxedo hitam nan elegan terpajang di beranda. Si wanita menginginkan itu lalu si pria juga setuju karena terlihat jas tersebut dirasa muat untuk dirinya.
“Maaf, Mas, kami tidak menjual bahkan menyewakan Jas itu.”
“Loh, kenapa? Padahal sepertinya itu pas sekali di badan saya.”
“Sekali lagi mohon maaf, itu hanya pajangan, kami akan segera memperbaiki jas milik anda sampai besok.”
“Ya, sudah sayang! Besok kita ke sini lagi, nanti-nanti kita tidak perlu jahit pakaian di sini, kurang memuaskan.” Si wanita langsung berlalu dari butik itu dengan wajah begitu menyebalkan.
Jasmine hanya mencoba bersabar menghadapinya, selama hampir tiga tahun merintis butik. Baru pertama kali, ia menangani pelanggan yang seperti itu.
Bersambung ...
klik - Episode 7

“Halte, Hentian Cintaku” - Episode 7 [END] – "Hisab"

“Halte, Hentian Cintaku” - Episode 7 [END] – "Hisab"

by.Shamy& Irfan 
-----------------------------------------------
HISAB
-----------------------------------------------
Sekitar dua jam perjalanan dari Bandung, akhirnya mereka bisa menyusuri Jakarta Selatan mencari alamat Butik tempat Aisyah memesan pakaian pengantinnya.
“Nah! Yang ini! Ini butiknya, ayo ke sana!” pekik Aisyah antusias, hampir setengah jam berputar-putar akhirnya ketemu juga.
"Yakin yang ini, Syah?" tanya Irfan memastikan.
“Yakin, ini aku liat dari websitenya.” Aisyah menunjukan halaman situs butik dari smartphonenya kepada Irfan.
“Oh, oke.” Irfan melihat sekilas untuk memastikan, lalu memarkirkan mobilnya di sekitar pelataran butik.
"Huh, katanya sanggup selesai dalam tiga hari, kok masih bisa cacat sih!" keluh seorang wanita saat menuju mobilnya.
“Sudahlah, sayang! Besok kita lihat, apa mereka bisa memperbaikinya,” timpal seorang pria bersama wanita tadi. Lalu keduanya masuk ke dalam mobil.
Saat itu, Aisyah dan Irfan sempat mendengar keluhan mereka. Sepasang calon pengantin itu parkir tepat di samping mobil Irfan. Aisyah turut membantu Irfan berjalan dengan menggandeng tangannya, saat mendengar obrolan dua orang tadi dia langsung memandang ke arah Irfan.
“Kamu berpikir seperti yang kupikirkan?” tanya Irfan.
“Begitulah, tapi kita lihat saja dulu hasilnya, kita belum tahukan? Ayo masuk dulu, deh!”
“Iya, aku sih ngikut aja, cuma nganter doang. Lucky sudah tau kamu memesan di sini?” tanya Irfan sambil berjalan menuju pintu masuk butik.
“Lucky udah tau, tapi dia lagi sibuk, padahal dia lagi Jakarta sekarang. Makasih banget, Fan! Kamu mau nganterin.”
“Nggak masalah, lu juga sudah sering bantu gue.” Irfan kemudian memperhatikan, tulisan yang terpasang di tembok atas toko, tepat berada di atas pintu masuk butik. “The Jas'Fan Boutique and Collection, namanya unik, Syah!" ujar Irfan. Kemudian ia memandang display kaca di depan toko, ada sepasang manekin menggunakan pakaian penganting. Hal yang menarik mata Irfan karena ada konsep unik dimana biasanya sepasang pengantin itu di berikan latar taman bunga atau tempat-tempat indah, namun berbeda dengan butik ini, mereka malah menaruh kedua patung dengan berlatar di sebuah halte bis.
“Iya, ini lebih unik, Fan, Love never know where ....” sahut Aisyah sok tahu memetik ide konsepnya.
“Hahaha ... iya kali, Syah.” Pikiran Irfan malah teringat pada saat bertemu Jasmine di halte itu. Dalam hati, "eh, jas itu?" Irfan berfikir sejenak. "Jas itu mirip seperti yang pernah Jasmine desain.”
"Heh! Malah bengong lagi!" Aisyah sedikit menyikut Irfan, “Ayo, kita masuk!”
Tiba-tiba saja jantung Irfan berdegup, perasaannya tidak karuan. Kakinya perlahan melangkah masuk. Aisyah melihat seorang karyawati butik datang menghampiri mereka.
“Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?” sapa karyawati tersebut.
"Maaf Mba, saya ingin melakukan fiting di sini, tapi sebelumnya saya sudah memesan satu set gown dan jas via online. Calon suami saya juga sudah membayar uang sewanya, atas nama Lucky Kurniawan," jelas Aisyah.
“Oh gitu, baik, sebelumnya boleh saya tahu kode pakaian yang sudah bu Aisyah pilih?”
“Oh, iya, ini kodenya.” Aisyah memperlihatkan gambar pakaian dengan kode tertentu dari website tersebut melalui ponselnya. Kemudian, karyawati itu mencatat kode tersebut. “Oke, tadi transaksi atas nama Pak Lucky Kurniawan, baik mba tunggu sebentar, nanti kami cek datanya.” Kemudian karyawati itu, menuju ke bagian kasir untuk mencocokan data yang mereka terima.
Di meja kasir, karyawati tersebut malah terjadi sedikit perdebatan dengan adminnya.
“Mba Susan, tapi kode pakaian itu untuk gown-wedding peragaan di JFW nanti,” jelas si admin kasir.
“Oh, jadi gaun itu masuk list Jakarta Fashion Week? Terus bagaimana ini, Ibu tadi sudah memesan dan membayar uang sewanya,” sahut Karyawati tadi yang nampak kebingungan.
“Lah, gimana dong? Bu Jasmine sudah memilih gown itu tadi malam buat di-endorse ke sana. Ya udah fitting aja yang lain, kan banyak gaun lain.”
“Ya udah deh, nanti aku jelasin ke ibu itu.”
“Issshhh ... ada apa ini ribut-ribut? Itu ada pelanggan nunggu di depan, gak dilayanin?” Jasmine muncul menegur mereka berdua.
“Eh, Bu Jasmine, Eum gini, Ibu yang di depan itu sudah Fitting Online sepasang baju pengantin, tapi gown yang dipilih masuk list busana untuk peragaan di JFW?”
“Terus? Ya sudah, tinggal bilang saja gaun yang di pesan itu sudah di-endorse untuk model di JFW, kamu carikan lagi gown lain!” Tukas Jasmine.
“Masalahnya, Bu Jasmine, dia sudah membayar uang sewa untuk sepasang baju pengantin itu.”
“Hemm, ya sudah, biar saya yang tangani.” Jasmine berjalan menghampiri sepasang calon pengantin yang sedang menunggu di depan.
Sedangkan diruang tunggu, Irfan dan Aisyah tengah duduk sofa pelanggan, berada di dekat dashboard butik. Dari situ bisa terlihat manekin-manekin berdiri terpajang rapi menghadap keluar. Namun, mereka berdua mulai bosan menunggu karyawati itu mengambilkan pesanan Aisyah.
“Kok lama sekali ya, Fan?”
“Iya benar, tadi pegawai itu bilang tunggu sebentar saja, tapi ini udah setengah jam,” jawab Irfan sambil melirik jam tangannya.
“Maaf, Mba dan Masnya, sudah membuat kalian menung ... gu,” Jasmine datang dan memelankan suara karena terkejut melihat kedua orang yang menunggu itu.
Irfan dan Aisyah menoleh, “Jasmine?” Mereka serentak kaget.
Suasana kemudian terhening, membeku. “Hai, apa kabar? Lama tak ketemu ya,” sapa Jasmine memulai mencairkan suasana.
“Hai, baik Jas! Bagaimana dengan kamu?” kata Irfan.
Aisyah menyambung, “alhamdulilah, jadi butik ini milikmu, Jasmine? Hebat!”
“Well, seperti yang kalian lihat. Iya, Syah! Aku merintis butik ini sejak tiga tahun yang lalu,” ucap Jasmine dengan riang, sambil ikut duduk di sofa tunggu menghadapi mereka berdua. Jasmine mencoba profesional lalu melayani keduanya.
“Oh, jadi kalian mau menikah? Syukurlah, senang aku melihatnya. Tapi maaf Aisyah, gaun yang kamu pesan itu tidak bisa diambil dulu, soalnya sudah kami sponsorkan untuk event peragaan busana.” Jasmine terus berbicara dengan wajah riang seperti dahulu, meski dalam hati seakan dadanya tertusuk jarum panas melihat mereka yang akhirnya akan bersatu di pelaminan.
Aisyah dan Irfan saling pandang sebentar, "Tidak, Jasmine!" ucap Aisyah.
“Tidak? Oh ya! Tenang saja, aku sudah siapkan sepasang pakaian pengantin untuk gantinya, lihat ke display itu, ukurannya akan cocok dan bagus buat kamu saat menikah nanti. Dan itu, Free buat kalian!”
Mereka berdua nampak bingung melihat Jasmine, dia masih seperti yang dulu selalu tampak riang dan repot sendiri sebelum mendengar penjelasn orang lain.
“Kalian? Bukan aku, tapi Aisyah!” jelas Irfan.
“Hah? Apa maksudnya?” Jasmine mengernyitkan dahi, bingung.
"Iya, saya saja, Mine," ucap Aisyah.
"Kamu Syah? Lalu Irfan?" tanya Jasmine heran.
"Irfan hanya menemaniku ke mari, yang akan menikah hanya aku dan Lucky, calon suamiku bukan dengan Irfan,” jelas Aisyah. “Bisa kita bicara sebentar di ruangan lain.”
Jasmine terdiam dan lalu mengagguk pelan. “Ikuti aku!” Saat mereka telah berada di ruang kerja Jasmine. Aisyah menceritakan semuanya.
"Jasmine, maafkan aku atas apa yang pernah kukatakan dulu, karena aku kau menjauhi Irfan dan sempat menjaga jarak dengannya. Karena aku juga Irfan menderita, ketika di halte kamu bersama kekasihmu, dan Irfan mengalami ...."
Irfan memotong pembicaraan, "Aisyah cukup!"
"Jasmine harus tau, Fan!" Aisyah menaikan nada bicaranya, dengan mata berair.
"Tidak sudah cukup, jangan bicara lagi!"
Aisyah berteriak pada Irfan. "Sudahlah Fan! Kamu masih suka kan sama Jasmine? Kamu masih ada rasakan padanya?” Lalu mulai menurunkan suara. “Aku tahu semua itu, Fan," Air matanya mulai menetes. “Irfan kecelakaan, lalu lumpuh berbulan-bulan semasa pemulihan dia tidak pernah menghubungimu, karena tahu kamu sudah memiliki kekasih ....”
Butiran kesedihan Jasmine mulai berjatuhan, tetes demi tetes. Mendengar setiap penjelasan dari mulut Aisyah. Irfan hanya tertunduk malu, dia tidak berani memandang wajah Jasmine. Tidak berani menghentikan air mata di wajah si pujaan hati karena bukan haknya melakukan itu. Jasmine bersedih mendengar kesulitan yang dilalui Irfan, terutama saat mengetahui ia kehilangan kaki kirinya. Kecelakaan disebabkan karena Irfan berusaha mengejar dirinya.
Irfan merasa seperti orang bodoh, saat melihat Jasmine bersedih. Aisyah membuat dirinya malu, karena mengatakan semua. Irfan merasa itu tidak ada gunanya, Jasmine mungkin sudah memiliki suami dan tidak mau harus ia jadi menyesali itu. Lalu Irfan langsung bangkit, dan berjalan menuju pintu untuk keluar dari sana. Namun, langkahnya terhenti saat melihat sebuah pigura besar di atas pintu, potret Jasmine bersama keluarganya dengan pakaian serupa. Dan ada pria itu di sana.
“Dia?” Menunjuk pria yang tidak asing di matanya.
Kemudian Jasmine berlari dan memeluk Irfan dari belakang, membawa air mata yang membasahi punggung Irfan.
“Iya, lelaki itu kakakku, Fan!” ucapannya terhenti karena isak tangis, “maaf, maafkan aku! Aku tidak tahu jika kamu kecelakaan. Maaf, aku menipumu dengan menggandeng dia. Maaf, karena aku membohongi rasa ini dan meninggalkanmu.”
Irfan diam sejenak, “Tidak, tak perlu minta maaf, Jas!” Irfan melepaskan tangan Jasmine yang melingkar pada perutnya. Lalu berbalik badan, dia menghapus air mata Jasmine dan dengan lembut mengecup keningnya. “Aku mencintaimu ....” Kalimat paling indah seperti hembusan angin syurga itu, keluar dari mulut Irfan, membuat perasaan Jasmine lebih tenang. Bak telaga kalbu yang bergolak panas karena luapan emosi berangsur menyejukan hati, hanya oleh sebutir air cinta menetes di atasnya.
Setelah haru biru mereda, Jasmine menjelaskan siapa itu Shamy. Lelaki di poto itu tak lain adalah kakak kandungnya sendiri. Untuk membuktikan itu bukan sekedar poto keluarga saja, Jasmine hendak menelpon kakak laki-lakinya, namun Irfan bilang itu tidak perlu. Dia percaya. Akhirnya Jasmine menemukan kesamaan kisah cintanya seperti novel itu, meskipun berkorban penantian, dan kesabaran. Meski dengan jalan kisah berbeda, dia mampu menemukan Happy Ending yang bermakna.
---------------
EXTENDED
---------------
Aisyah menerima gaun yang berada pada display butik Jasmine dengan cuma-cuma.
“Jas’Fan, pasti itu di ambil dari nama kalian berdua ya?” tanya Aisyah.
“Hahaha .... iya, Jasmine dan Irfan. Tuh Fan! Itu karena gue saking kangennya sama elu,”
“Haih, berarti kamu harus bayar royalti, dua tahun pakai nama gue yang hoki ini, hahaha.”
“Ishhh ... apa pula, itu aku bayar pake Tuxedo, jas itu mahal tau, hehe”
“Iya, oke! Tapi lu harus bikin, gaun lagi, buat pasangan jas itu.”
“Kenapa?” tanya Jasmine tersenyum.
“Untuk dipakai di hari resepsi pernikahan kita, hehehe. Menikahlah dengan aku Jasmine.”
“Aisyah, boleh aku jawab iya?” tanya Jasmine pada Aisyah.
“Kok tanya aku? Ya, sudah anggap aja iya, Fan! hahaha”
“Aku sih, yes!” kata Jasmine. Dia mengantar, Irfan dan Aisyah ke mobil dan dirinya berjanji akan datang ke pernikahan Aisyah. Dan Jasmine akan menagih janji Irfan untuk kembali ke Jakarta untuk meminangnya.
TAMAT.